Senin, 06 Juni 2011

Makalah Agama Islam - Etos Kerja

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Etos kerja dalam arti luas menyangkut akan akhlak dalam pekerjaan. Untuk bisa menimbang bagaimana akhlak seseorang dalam bekerja sangat tergantung dari cara melihat arti kerja dalam kehidupan, cara bekerja dan hakikat bekerja. Dalam Islam, iman banyak dikaitkan dengan amal. Dengan kata lain, kerja yang merupakan bagian dari amal tak lepas dari kaitan iman seseorang.
Idealnya, semakin tinggi iman itu maka semangat kerjanya juga tidak rendah. Ungkapan iman sendiri berkaitan tidak hanya dengan hal-hal spiritual tetapi juga program aksi.
Islam adalah agama yang Universal, yang tidak hanya membahas pemasalahan ibadah yang berhubungan dengan akherat, tetapi Islam juga mencakup segela aspek kehidupan manusia yang ada kaitannya dengan duniawi, yang salah satunya adalah mencari penghidupan. Sungguh Islam sangat membenci pengangguran dan sangat menganjurkan untuk mencari penghidupan. Bagaimana seorang muslim dapat berinfak apabila tidak memiliki harta, bagaimana akan bisa menghidupi keluarga apabila tidak memiliki penghasilan.

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui secara detail apa itu Etos kerja.
2. Untuk mengetahui pentingnya Etos Kerja dalam kehidupan sehari-hari.
3. Memahami ayat-ayat Al-Quran tentang Etos Kerja
4. Memahami hubungan Etos kerja dengan Kehidupan Agama.


C. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Etos Kerja?
2. Surat apasaja yang menjelaskan Etos Kerja?
3. Apa Hubungan Etos Kerja dengan Agama

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup makalah ini adalah hanya sebatas Materi Etos Kerja


BAB II
PEMBAHASAN


A. Friman Allah Dalam Etos Kerja
Al-Qur’an dan al-Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam dan sebagai petunjuk ke jalan yang benar bagi umatnya untuk mencapai tujuan utamanya yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dari kedua sumber pokok tersebut umat Islam mendapatkan petunjuk dan arahan tentang berbagai hal, termasuk masalah yang berhubungan dengan pendidikan. Allah Swt dalam firmanNya melalui al-Qur’an memerintahkan umat Islam untuk selalu meningkatkan kualitas diri dan keilmuannya. Allah Swt juga berfirman tentang keutamaan orang yang berilmu dibandingkan orang yang tidak berilmu. Beberapa ayat al-Qur’an menyebutkan hal ini, misalnya

Surat Thoha 114:
                  
Artinya: “ Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan Katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”

Surat Az-Zumar ayat 9
•                          

Artinya: (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Mujadalah 11
                                

Artinya: “ Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dari beberapa ayat tersebut, kita bisa memahami bahwa orang yang berilmu punya posisi yang berbeda dengan orang yang tidak berilmu. Ayat-ayat tersebut juga merupakan pendorong bagi umat Islam untuk selalu berusaha meningkatkan kualitas keilmuannya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas keilmuan adalah melalui pendidikan. Pendidikan yang baik dan berkualitas akan membawa kebaikan pada bidang yang lain. Dengan pendidikan yang baik dan tingkat keilmuan yang cukup, akan mengarahkan seseorang untuk cakap, kreatif, mandiri dan bertanggung jawab, terutama pada dirinya sendiri.
Dengan pendidikan yang baik, diharapkan umat Islam bisa meningkatkan dan mengembangkan potensi yang diberikan oleh Allah kepada kita dengan optimal. Makalah ini akan membahas tentang etos kerja dan peningkatan kualitas diri melalui pendidikan.

B. Pengertian Etos Kerja
Yang dimaksud etos kerja adalah nilai yang melandasi norma-norma tentang kerja. Etos berarti watak dasar suatu masyarakat, sedangkan perwujudan luarnya adalah struktur dan norma sosial. Dalam masyarakat yang memiliki penghargaan tinggi terhadap kerja, orang yang menganggur biasanya mempunyai status sosial rendah atau dianggap rendah. Dalam masyarakat seperti ini, semangat dan produktivitas kerja warga masyarakat biasanya tinggi, misalnya yang tampak pada masyarakat Jepang.

C. Tinjauan Tentang Teori Kependidikan
3.1. Teori Kependidikan secara umum
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa pada orang lain agar ia menjadi dewasa. Pendidikan juga diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.
Sampai saat ini pengertian pendidikan selalu mengalami perkembangan meskipun secara esensial tidak jauh berbeda. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian pendidikan yang diberikan oleh para ahli, di antaranya yaitu:

a. Langeveld
Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada kedewasaan anak. Pengaruh ini datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.

b. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya; pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

c. Menurut UU Nomor 2 tahun 1989
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
Meskipun secara redaksional pendapat-pendapat tersebut berbeda, namun secara esensial terdapat kesatuan unsur atau faktor, yaitu bahwa pengertian pendidikan tersebut menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan, atau pimpinan yang didalamnya mengandung unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan sebagainya.
Dari beberapa teori tentang pendidikan tersebut di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa pendidikan mempunyai beberapa tujuan, antara lain:
a. mengarahkan anak menjadi manusia dewasa (Langeveld, terj. 1971)
b. tercapainya keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Dewantara)
c. menyiapkan peserta didik agar mampu berperan di masa yang akan dating (UU)

3.2. Etos kerja dalam Islam dan teori Kependidikan
Dalam al-Qur’an dan al-hadits, konsep etos kerja dalam Islam mempunyai tiga komponen penting yaitu ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib.
Secara terminologi beberapa ahli pernah mengajukan rumusan tentang konsep pendidikan Islam. Dalam buku Crisis in Muslim Education, Syed Sajjad Husein dan Syed Ali As-Raff menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan begitu rupa, sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sadar akan nilai etis Islam.
Akan tetapi mayoritas para ahli dan pemikir pendidikan lebih setuju mengembangkan konsep pendidikan Islam dari istilah tarbiyah dibanding ta’lim dan ta’dib dengan argumen bahwa cakupan istilah tarbiyah lebih luas, bahkan ta’lim dan ta’dib implisit didalamnya.
Berikut ini adalah penjelasan tentang tiga komponen tersebut:

a. Ta’lim
Istilah ta’lim adalah kata dasar (masdar) dari kata kerja ‘allama yang berarti mengajar atau mendidik. Penggunaan istilah ta’lim tersebut untuk menyatakan pendidikan dalam Islam. Hal ini didasarkan pada penggunaan kata kerja ‘allama dalam beberapa surat dalam al-Qur’an, antara lain dalam surat al-Alaq ayat 1-5, surat ar-Rahman ayat 13,
surat al-Baqarah ayat 31.
Artinya :1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Tinjauan historis menunjukkan bahwa istilah mu’allim berarti orang yang melaksanakan kerja ta’lim, yaitu sebagai pendidik, pengajar, atau guru telah dikenal sejak awal pertumbuhan dan perkembangan pendidikan.
Istilah ta’lim memberi pengertian sebagai proses memberi pengetahuan, pemahaman, dan tanggung jawab dan pemahaman amanah sehingga terjadi pembersihan diri (tazkiyah) dari segala kotoran dan menjadikan dirinya dalam kondisi siap untuk menerima hikmah serta mempelajari segala sesuatu yang belum diketahui dan berguna baginya.

b. Tarbiyah
Istilah tarbiyah merupakan bentuk dasar dari kata kerja rabba yang berasal dari kata rabba – yarbuu dengan pengertian dasar “tumbuh dan berkembang”. Istilah ini baru diperkenalkan sejak timbulnya usaha-usaha pembaharuan atau modernisasi pendidikan Islam pada awal abad 20. Penggunaan kata tarbiyah untuk pendidikan Islam atas dasar pemikiran bahwa kata tersebut mempunyai pengertian yang sama dengan kata rabb yang merupakan salah satu dari nama Allah yang utama. Penggunaan istilah ini didasarkan pada beberapa ayat al-Qur’an, misalnya
surat al-Isra’ ayat 24;
            
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Kata rabba dalam ayat tersebut mengandung pengertian pendidikan (dalam arti pemeliharaan, pengasuhan dan bimbingan) dari orang tua kepada anak.

c. Ta’dib
Ta’dib merupakan bentuk masdar dari kata kerja addaba yang berarti mendidik, melatih, memperbaiki juga memberikan tindakan. Tetapi para ahli yang kurang menyukai penggunaan istilah ta’dib mengatakan bahwa kata adab tidak memiliki makna konsisten. Ia bisa bermakna sangat luas, menyangkut ilmu dan kebudayaan seperti pada masa awal Islam, juga bisa bermakna sangat sempit yang hanya terbatas pada syair dan seluk beluknya pada masa bani Abbassiyah.
Dari paparan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa etos kerja dalam Islam pendidikan mempunyai berbagai pengertian, yaitu:
a. proses memberi pengetahuan, pemahaman, dan tanggung jawab untuk mempelajari segala sesuatu yang berguna dan belum diketahui.
b. pemeliharaan, pengasuhan dan bimbingan dari orang tua kepada anak.
c. mendidik, melatih, memperbaiki juga memberikan tindakan.

D. Etos Kerja Dan Pendidikan
Pada bagian awal tulisan ini, telah disampaikan pengertian tentang etos kerja dan beberapa teori kependidikan. Telah kita ketahui bahwa semangat dan produktivitas kerja warga masyarakat dipengaruhi oleh etos kerjanya. Etos kerja yang tinggi akan menghasilkan semangat dan produktivitas yang tinggi. Nabi Muhammad Saw dalam beberapa haditsnya selalu menyampaikan agar umatnya senantiasa bekerja keras dan semangat dalam menambah berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan.

Dari berbagai hadits yang telah yang ada, diketahui bahwa Nabi Muhammad Saw menganjurkan umatnya untuk:
a) bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup.
b) mencari ilmu/belajar untuk meningkatkan kualitas diri, karena orang berilmu lebih utama daripada orang yang tidak berilmu.
c) Mengajarkan ketrampilan pada anak-anak.

Berikut ini akan diuraikan masing-masing dari hal tersebut:

a. Bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Untuk mencukupi kebutuhan hidup, tentu seseorang harus bekerja. Jenis pekerjaan yang dilakukan biasanya dipengaruhi oleh pendidikan yang dimiliki. Untuk itu setiap orang harus berupaya untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan sesuai dengan minat dan bakatnya. Apabila itu sudah diperoleh, langkah berikutnya adalah melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya dengan sungguh-sungguh dan bersemangat. Dengan etos kerja yang tinggi, didasari oleh pendidikan dan ketrampilan yang cukup serta kesungguhan dalam bekerja, kemungkinan besar orang akan mampu mencukupi kebutuhan hidupnya. Namun perlu pula diingat bahwa dalam bekerja ada norma-norma agama yang harus diikuti, antara lain halal dan thayib; seperti yang firman Allah Swt dalam surat al-Maidah ayat 88,

       •      
Artinya: ” Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
Karena kita diperintahkan untuk makan makanan yang halal dan thayib dari segala sesuatu yang Allah karuniakan kepada kita, maka dalam mencari dan mendapatkan rizki Allah juga harus dengan cara yang halal dan thayib.

b. Mencari ilmu/belajar untuk meningkatkan kualitas diri.
Untuk meningkatkan kualitas diri salah satu caranya adalah dengan belajar atau menuntut ilmu, yang itu bisa diperoleh melalui pendidikan. Keberhasilan seseorang dalam belajar dipengaruhi antara lain oleh motivasi/dorongan untuk belajar yang kuat. Motivasi adalah suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari atau tidak disadari. Sukmadinata (2004) menyebutkan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar muridnya, antara lain yaitu:
• Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang diberikan. Motivasi belajar murid akan tumbuh bila ia betul-betul mengerti dan merasakan bahwa apa yang dia pelajari jelas manfaat dan tujuannya.
• Memilih materi atau bahan pelajaran yang dibutuhkan murid, serta cara penyajiannya yang bervariasi. Hal ini akan menarik minat murid, dan minat merupakan salah satu bentuk motivasi.
• Memberikan kesempatan pada murid untuk sukses. Tugas, latihan, pertanyaan, dan sebagainya hendaklah yang kira-kira bisa dikerjakan oleh semua murid. Kesuksesan yang dicapai oleh murid akan mampu membangkitkan motivasi murid untuk terus meningkatkan kemampuannya.
• Memberikan penghargaan, pujian dan ganjaran untuk keberhasilan murid. Hal ini akan membuat murid senang dan bangga akan prestasinya. Rasa senang akan memotivasi murid untuk terus belajar.

c. Mengajarkan ketrampilan pada anak-anak.
Ketrampilan sangat berguna bagi semua orang. Memiliki ketrampilan tertentu akan membantu seseorang dalam kehidupannya. Untuk memperoleh ketrampilan yang diinginkan, guru hendaknya memberikan kesempatan yang luas pada muridnya untuk mempraktikkan ketrampilan yang sedang dipelajari. Pendidikan hendaknya tidak memisahkan antara teori dan praktik, karena akan menjadikannya tidak efektif. Belajar dengan menggunakan lebih dari satu indra akan lebih mudah diingat dan difahami oleh murid. Hal ini sebagaimana slogan sepatu Nike yang menyatakan : “Praktekkan saja! Anda belajar berbicara dengan berbicara. Anda belajar berjalan dengan berjalan. Anda belajar bermain golf dengan bermain golf. Anda belajar mengetik dengan mengetik. Anda belajar paling baik dengan mempraktikkannya”.

E. Peraturan-Peraturan ALLAH tentang etos kerja umat islam.
1. ALLAH memberikan janji kepada manusia yang beriman,”Siapa2 yang bekerja untuk ALLAH dengan baik, rajin, kerja sungguh2 dan ikhlas,maka ALLAH akan memudahkan jalannya untuk sukses. Inilah janji ALLAH;

             •           
"... Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar..(memudahkan jalannya untuk sukses)"Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (QS.65:2-3)
Bertaqwa artinya orang-orang beriman yang mematuhi atau mengikuti semua peraturan-pertuaran ALLAH dengan baik, sempurna, khafah, tidak setengah setengah, ikhlas dan juga menjauhi semua larangan-larangan yang di beritahu oleh ALLAH maka ALLAH akan mencintainya dan mempercayainya untuk mengatur (memenagement) kekayaan ALLAH yang ada di bumi ini.
Sebagai hadiah dari ALLAH kepada orang2 yang sungguh2 bekerja dijalan ALLAH dan telah bekerja keras dan jujur mengikuti perintah2 ALLAH maka ALLAH memberikan hadiah-hadiah atau rezeki yang banyak dari sumber-sumber yang tidak diketahui atau tidak disangka sangka. Artinya rezekinya datang dari bermacam macam cabang usaha atau bermacam macam fabrik yang telah di rintisnya untuk mengolah bahan2 baku menjadi barang-barang yang bermanfaat.

2. Ciri-ciri orang yang rajin bekerja untuk ALLAH itu,bukanlah banyak berzikir dan berdoa berjam jam kepada ALLAH, tapi pandai menggunakan waktu sebaik baiknya, professional. Ada waktu untuk shalat, berdoa, dan ada waktu untuk bekerja.
Inilah pemberitahuan ALLAH di al Quran;
               
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah karunia (rezeki) Allah dan ingatlah Allah banyak banyak supaya kamu beruntung. (QS.62:10)(ingat ALLAH bukan diartikan berzikir tanpa bekerja, tapi adalah takutilah ALLAH,takuti perbutan2 yang dilarang oleh ALLAH swt.)

3. Umat islam tidak disuruh berlama lama berdoa di mesdjid atau di rumah, tapi disuruh untuk bekerja memakmurkan bumi ALLAH atau mensejahterkan keluarga atau masarakat. Dalam bekerja selalu ingat kepada peraturan2 ALLAH ,tidak boleh melanggar peraturan-peraturan ALLAH.
Kalau terniat untuk melanggar perintah-perintah ALLAH maka akibatnya adalah rezekinya tidak berakah dan bisa kembali bangkrut atau merugi.
Inilah etos kerja umat islam yang sesungguhnya. Umat islam tidak boleh cepat merasa puas, ALLAH memerintahkan kalau kamu sudah selesai satu pekerjaan,maka kerjakan lagi yang lain..Tidak boleh berhenti dan bersantai santai,karena waktu dari ALLAH sangat terbatas, 24 jam perhari. Sebahagian digunakan untuk tidur, sedangkan pekerjaan masih banyak yang harus dilakukan.


BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
1. Etos kerja sangat berpengaruh pada keberhasilan seseorang. Demikian juga kesuksesan dalam pendidikan. Dengan etos kerja yang tinggi diharapkan seseorang menjadi cakap, kreatif, mandiri dan bertanggung jawab, terutama pada dirinya sendiri.
2. Nabi Muhammad Saw menganjurkan umatnya agar bekerja dan berkarya dengan kemampuan sendiri untuk mencukupi kebutuhan hidup, mencari ilmu/belajar untuk meningkatkan kualitas diri, dan mengajarkan ketrampilan pada anak-anak.
3. Untuk melaksanakan anjuran Nabi tersebut ada beberapa hal yang bisa dilakukan, yaitu:
a. dalam bekerja dan berkarya, selain diperlukan pendidikan yang cukup dan semangat yang tinggi, juga harus dengan cara yang halal dan thayib, sesuai dengan ajaran Islam.
b. selalu menumbuhkan motivasi dan semangat untuk meningkatkan keilmuan dengan berbagai cara
c. untuk mempelajari ketrampilan, akan lebih berhasil bila kesempatan untuk mempraktikkannya diberikan dengan luas.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Al-Maktabah Al-Syamilah, 2006
Al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman, Al-Maktabah Al-Syamilah, 2006
Al-Shidiqi, M. Hasybi, Tafsir al-Bayan, PT. Al-Ma’arif, Bandung, 1971
Anis, Ibrahim, dkk, Al-Mu’jam al-Wasit, Majma’ al-Lughoh al-Arabiyah, al-Maktabah al- Islamiyah, 1972
Al-Mu’jam al-Kabir li al-Tabrani,Al-Maktabah Al-Syamilah, 2006
Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, Al-Maktabah Al-Syamilah, 2006
Dryden, Gordon dan Vos, Jeanette, Revolusi Cara Belajar, terjemah, Kaifa, Bandung, 2002
Ensiklopedi Nasional Indonesia, PT. Cipta Adi Pustaka, 1989
Husein, Syed Sajjad dan Asraff, Syed Ali, Crisis in Muslim Education, (King Abdul Aziz University Jeddah, 1979)
Jalal, Abdul Fatih, Min Usu>l al-Tarbiyah fi al-Islam ,Dar al-Kutub al-Misriyah, Kairo 1977
Langeveld, (terj), Paedagogik Teoritis / Sistematis, FIP-IKIP Jakarta, 1971
Langgulung, Hasan, Azas-azas Pendidikan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1987
Murshy, Munir, al-Tarbiyah al-Islamiyah, Alam al-Kutub, Kairo 1977
Maksum, Madrasah Sejarah dan Pengembangannya, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999
Makmun, Abin Syamsudin, Psikologi Kependidikan, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2003
N, Sudirman, dkk., Ilmu Pendidikan, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1992
Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Aksara Baru, Jakarta, 1985
Syalabi , A., Sejarah Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta,1973
Sukmadinata, Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Belajar, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2004

anda dapat mendownload versi Microsoft wordny disini
http://www.ziddu.com/download/15239241/MAKALAHEtosKerja.doc.html

Artikel Terkait



3 komentar: